29 Oktober 2009

"Bersyukur dengan Bekerja Keras"

















“Minyyaaak…
minnnyyyaaakkk… minyyyaaak!”

Suara itu terdengar begitu akrab di telinga kami warga Sawojajar, Malang. Suara yang hampir selalu terdengar mengiringi suara kokok ayam di pagi hari. Suara itu adalah suara pak Prayit (42 tahun) seorang penjual minyak tanah keliling.

Ya, pak Prayit telah menjalani profesi ini sejak awal 2007. Setiap hari dengan penuh semangat ia berkeliling bersama gerobaknya, dari pagi hingga tengah hari, di sekitar lingkungan Perumahan Sawojajar, Malang Timur. Meski baru sekitar dua tahunan berjualan minyak tanah, tetapi kami sudah akrab dengannya.

Dahulu sekian lama ia berjualan bakso. Dengan gerobak bakso milik juragannya, seharian ia harus bekerja keras dan berkeliling menjajakan bakso agar bisa menyetor sejumlah sekian rupiah per hari. Karena tidak ada pilihan lain ia jalani saja pekerjaan itu sambil menabung sedikit demi sedikit. Pada akhirnya ia bisa mengumpulkan modal untuk membeli gerobak dan kemudian beralih berjualan minyak. Dengan modal 100% dari kantong sendiri.

Satu liter minyak tanah ia jual Rp. 5600. Semenjak adanya Program Konversi Minyak Tanah sehari rata-rata bisa terjual 8 liter minyak dan 4 tabung elpiji 3 kiloan.

Dia juga heran, masih ada saja orang yang membeli dan membutuhkan minyak tanah. Padahal tidak setiap hari tersedia minyak tanah itu di agennya. Minyak ini harus ia ambil di daerah Dampit atau Turen, Malang Selatan. Ia membeli sekitar 100 liter minyak, ditambah 30 tabung elpiji ukuran 3 kg. Kemudian yang ia jual berkeliling hanya sekitar 50 liter alias separonya. Sisanya ia jadikan cadangan jika di agen belum tersedia minyak .

Pak Prayit mungkin tidak tahu bahwa tepat ketika ia beralih profesi dari penjual bakso keliling menjadi penjual minyak tanah, produksi minyak di Indonesia turun dari 1,11 juta barel per hari (awal tahun 2004) menjadi 970 ribu barel per hari (akhir tahun 2007). Sementara itu untuk mencukupi kebutuhan energi dalam negeri, saat ini Indonesia harus mengimpor 500 ribu barel minyak per hari. Dan cadangan minyak kita terus menyusut hingga hanya tinggal 4 miliar barel. Menurut perkiraan para ahli energi, sekitar 10 tahun lagi (tahun 2019) kita akan menjadi salah satu negara pengimpor minyak terbesar karena sumber daya minyak kita sudah habis. Salah satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh PT PERTAMINA. Sungguh sebuah tanggung jawab moral yang menuntut kerja keras tiada henti.

Ketika ditanya apakah ia menyukai pekerjaannya, pak Prayit menjawab,
”Ya harus disenangi mas, disyukuri saja. Meski untungnya sedikit”
”Saya punya tanggungan anak dua, mas. Mereka harus sekolah, yang besar kelas 6 SD, yang kecil baru saja masuk TK. Kalau tidak berjualan bagaimana mereka bisa sekolah, mas?”

Ketika ditanya lagi bagaimana jika minyak tanah tidak boleh diperjualbelikan lagi untuk kebutuhan rumah tangga, Iapun menjawab, ”Kalau minyak tanah memang benar-benar hanya untuk kebutuhan industri, ya saya beralih hanya berjualan tabung gas 3 kiloan saja.”
”Modal saya sudah habis untuk membeli gerobak ini mas, harapan saya nantinya saya bisa punya kios atau bisa jadi agen sekalian.”

Saya sungguh terkesan dengan penjual minyak keliling ini, gaya bicaranya yang penuh semangat, senyumnya yang tulus, dan kedua belah matanya yang menyiratkan sikap pantang menyerah. Saya membayangkan jika ada pinjaman modal mungkin saja pak Prayit bisa jadi juragan LPG. Semangat hidupnya yang penuh kerja keras dan pantang menyerah pasti akan memberi jalan keluar untuknya.

Terus berjuang, pak Prayit! Terus berjuang, PERTAMINA! Bersyukur memang harus diimbangi dengan bekerja keras, karena Kerja Keras Adalah Energi Kita.



2 komentar: